HAYOO.ID: Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan bahwa Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) belum bisa digunakan karena masih punya utang Rp10 milyar kepada PT Adhi Karya.
Adhi Karya adalah kontraktor penggarap proyek GBLA. Hal itu dipertegas dengan surat dari perusahaan tersebut ke Pemkot Bandung pada 27 Maret 2017 yang menyatakan bahwa masih ada utang untuk pembangunan tahap dua GBLA.
“GBLA itu tiga tahap, tahap satu anggarannya cukup besar ke struktur bangunan, yakni Rp300 milyar lebih. Tahap dua melengkapi sebagian kursi di tribun, ruang ganti, dan tahap tiga yang di luar. Setelah ditelusuri, tahap dua belum serah teruma dari PT Adhi Karya. Saya mendapat informasi bahwa masih ada kewajiban sisa pembayaran yang belum dibayar sekitar Rp 10 milyar,” kata Yana di Bandung, Selasa (10/5/2022).
BACA JUGA: Soal Stadion GBLA Jadi Homebase Persib, Yana: Harus Melalui Proses Lelang
Jika dirunut, kata dia, utang senilai Rp10 milyar pada 2017 itu terjadi saat Pemkot Bandung masih dipimpin Wali Kota Ridwan Kamil. Pada 25 Juli 2018, PT Adhi Karya kembali menagih utang sisa pembayaran proyek GBLA senilai Rp10 milyar tersebut.
“Ada respons apa tidak, saya nggak tahu. Namun PT Adhi Karya sampai tanggal 25 Juli 2018 tetap minta pembayaran sisa untuk proyek tahap kedua. Makanya tidak bisa diserahterimakan ke Pemkot Bandung” kata Yana.
Persoalan ini baru terungkap saat Yana resmi menjabat sebagai Wakil Wali Kota dan ditugaskan Almarhum Oded M Danial untuk mengurus GBLA. Anehnya, saat ditelusuri, kata dia, di internal Pemkot Bandung tidak merasa berutang Rp10 milyar ke PT Adhi Karya.
“Temen-temen di pemkot itu ngerasa nggak pernah punya utang, terlebih pada tahap satu sudah diterima, begitupun tahap tiga, masa loncat (tahap dua belum diserahterimakan). Tapi ya sudah lah,” kata Yana.
Saat pihaknya perlahan mulai membereskan utang proyek GBLA, bahkan Yana harus bolak balik Jakarta bertemu direksi PT Adhi Karya.
“Itu untuk kita bisa ketemu dengan Adhi Karya saja perjuangan luar biasa. Sebab staf yang mengurusi GBLA di sana sudah pensiun, ada yang sudah mutasi, bahkan ada yang sudah meninggal dunia. Begitu ceritanya, ada 10 sampai 20 kali saya ke sana,” kata dia.
Karena beberapa kali tak menemukan titik terang dengan PT Adhi Karya, pada 12 Desember 2019, perusahaan BUMN itu pun berinisiatif meminta mediasi dengan Kejaksaan Agung terkait polemik GBLA. Hal itu dilakukan untuk menemukan keputusan tentang penyerahan tahap dua proyek GBLA dengan Pemkot Bandung.
Setelah beberapa kali mediasi digelar, (Januari hingga Agustus 2020), pada 25 November 2020 kedua belah pihak sepakat mengenai penyerahan tahap dua proyek GBLA. Pemkot Bandung pun akhirnya diwajibkan membayar utang ke PT Adhi Karya, namun dengan nominal yang sudah dikurangi dari angka awal Rp10 milyar.
“Karena dengan berbagai bukti, termasuk ditinjau juga ke GBLA beberapa kali, intinya memang ada kewajiban Pemkot Bandung (terkait utang ke PT Adhi Karya). Tapi angkanya berkurang sekidikit,” kata dia.
Masalah lain
Masalah lain kemudian muncul, yakni anggaran untuk pelunasan utang itu tidak teranggarkan di APBD Murni 2020 oleh Pemkot Bandung. Anggaran baru bisa teranggarkan di APBD Perubahan 2020 dan akhirnya bisa dibayarkan lunas kepada PT Adhi Karya pada 7 Desember 2020 lalu.
“Akhirnya terjadilah serah terima tahap kedua, berarti tahapan objeknya relatif sudah selesai dengan pihak luar. Sejak itu kami di internal menyusun time line untuk proses KSP (Kerjasama Pengelolaan) GBLA,” kata Yana.
Sertifikat Stadion GBLA berdiri di 157 bidang tanah, lantaran dahulu pembeliannya masih bersifat parsial per kavling. Sehingga tidak semuanya langsung. Dari 157 bidang tanah ini, baru selesai 97 bidang tanah.
“Kami tak bisa memaksakan pihak yang menyelesaikan ini untuk cepat, harus berproses. Bismillah In Sya Allah dalam waktu dekat ada kabar baik yang bisa dengar,” kata dia.
(Yusuf Mugni)