Ponpes di Tengah Lokalisasi Jadi Tempat Mengadu PSK dan Taubat

0
437

HAYOO.ID: Keberadaan Pondok Pesantren (Ponpes) di gerbang area lokalisasi cukup masyhur, di Kota Bandung menjadi pemandangan unik tersendiri. Terlebih lokalisasi itu sudah berdiri sejak zaman kolonial Belanda.

Adalah Ponpes Darut Taubah yang berdiri di depan ratusan akuarium para pekerja wanita. Pemandangan kendaraan yang berjejer di sekitar atau bahkan di area pesantren sudah menjadi biasa.

Pesantren Darut Taubah berdiri sejak tahun 1998 dan diprakarsasi Pemerintah Kota Bandung bersama Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) untuk mengubah akhlak dan moral di kawasan lokalisasi yang sudah mengakar dan dicap sebagai kawasan hitam.

BACA JUGA: Panglima Santri Terusik Ponpes Disebut Produk Radikal 

Perjalan pendirian Ponpes Darut Taubah tidak berjalan mulus kala itu, terlebih di tahun-tahun awal berdiri. Namun kala itu Ketua FKPP Kota Bandung Kyai Imam Sonhaji terus istiqomah dan berjuang.

“Di tahun-tahun awal, banyak sekali ‘gangguan’ yang kami rasakan, mulai dari ditemukannya binatang-binatang berbahaya seperti kalajengking, kelabang, dan lainnya hingga banyaknya santri yang sering kerasukan,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Darut Taubah Ustad Dudu Mardina saat ditemui di Ponpes Darut Tubah, di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Andir Kota Bandung Jabar.

Seiring berjalannya waktu, keberadaan Ponpes salafiah ini mulai diterima warga, termasuk para pelaku bisnis gelap.

Ustad Dudu mengaku kerap diminta tolong untuk membantu persoalan para kupu-kupu malam, mulai dari mereka yang merasa diganggu, sepi pengunjung, hingga  mengobati efek samping dari susuk yang mereka pasang.

“Waktu itu ada tiga wanita ke sini dan meminta doa supaya rame pengunjung, saya juga sebenarnya dilema, tapi saya coba kasih mereka amalan dan mereka benar melakukannya, karena tak lama mereka lapor kalau tamunya sudah lumayan banyak,” kata dia.

Namun yang menarik dari sederet pekerja yang meminta bantuannya adalah timbulnya keinginan untuk bertobat tak lama setelah sesi konsultasi.

“Mayoritas dari mereka yang pernah datang ke sini, memutuskan untuk bertaubat, berhenti dari dunia gelap dan kembali ke kampung halaman. Mereka merupakan pendatang dari Cianjur, Sumadang, Garut dan Indramayu,” kata Dudu.

Selain kerap dijadikan sebagai tempat meminta doa warga, pesantren juga selalu dipercaya untuk memimpin acara-acara keagamaan yang digelar warga Saritem, mulai dari acara pernikahan, khitanan, hingga pemusalaraan.

“Ustadz dan para santri sering dipanggil untuk pengajian di rumah warga, termasuk warga Saritem,” kata dia.

Lebih lanjut Ustadz Dudu mengungkapkan,banyak orangtua santri yang kesehariannya bekerja sebagai wanita malam, memohon agar putra- putri mereka dibimbing di pesantren Darut Taubah baik sebagai santri yang menetap di asrama atau pun santri kalong (pulang pergi).

“Kebanyakan mereka bilang ke saya, cukup saya saja ustadz yang seperti ini, jangan anak saya, saya ingin mereka paham agama, tidak seperti saya,” jelasnya.

Ponpes
Suasana belajar di Ponpes Darut Taubah Saritem Kota Bandung (foto Yusuf)

Setiap hari, kata Dudu, santri mulai usia tujuh hingga 15 tahun belajar kitab-kitab kuning, seperti Ta’lim Muta’lim, Jurumiyah, dan lainnya. Para santri juga disiapkan untuk dapat berperan di tengah masyarakat, khususnya untuk memimpin kegiatan-kegiatan keagamaan.

Saat ini, ada sekitar 330 santri yang menuntut ilmu di Darut Tauhid, belum termasuk para santri kalong yang biasa datang selepas sekolah formal. Pesantren yang telah berusia lebih dari dua dekade ini sengaja membebaskan para santrinya dari biaya apapun alias gratis, dengan harapan semakin banyak orangtua yang mempercayakan pesantren untuk terus mencetak generasi  muda yang Islami dan berakhlak mulia.

“Semua gratis, baik santri tetap maupun santri kalong. Kami hanya ingin mereka menjadi insan-insan yang berakhlak karimah dan dapat membawa perubahan positif bagi lingkungannya,” pungkasnya.

(Yusuf Mugni)

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini