HAYOO.ID:Dalam rangka peningkatan kompetensi sumberdaya manusia (SDM) di bidang pariwisata terus diakselerasi pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Tujuannya agar SDM pariwisata di Tanah Air menjadi tenaga profesional yang mampu bersaing di kancah global.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menerapkan ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professional (MRA-TP) atau perjanjian saling pengakuan tingkat ASEAN. Melalui cara tersebut, negara-negara di ASEAN berkolaborasi dan saling berbagi informasi terkait standar kompetensi tenaga profesional di bidang pariwisata.
Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Sumberdaya dan Kelembagaan Kemenparekraf, Martini Mohamad Paham di sela kegiatan Konferensi Internasional ke-4 ASEAN MRA-TP di Kampus Politeknik Pariwisata (Poltekpar) NHI Bandung Senin (8/5/2023).
“Kita akan mendengarkan challenge-nya apa aja terkait dengan capacity building dan sertifikat. Karena sebetulnya sertifikasi ini adalah link and match antara industri dan penyedia SDM dari sektor pendidikan,”kata Martini.
Menurutnya, sertifikasi sebagai standar kompetensi tenaga profesional bidang pariwisata di Indonesia tergolong masih tertinggal. Sebab di negara ASEAN lainnya, per-tahun mampu melakukan sertifikasi terhadap jutaan SDM pariwisata.
“Philipina luar biasa lebih dari dua juta (per-tahun), dan perbulannya mereka bahkan 28 ribu, sementara kita masih terbatas. Satu tahun ini kita kerja sama dengan world bank dan kita bisa sertifikasi hampir 64 ribu,”ucapnya.
Martini mengaku, tidak sedikit kendala yang dihadapi Kemenparekraf dalam proses sertifikasi. Atas dasar itu, ia mendorong adanya pembagian tugas dan peran sesuai regulasi yang dimiliki, baik dari pemerintah di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
“Jadi tidak hanya pusat yang bertanggung jawab untuk pendidikan, pelatihan dan sertifikasi, tapi juga dari level bawah,”ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Pengembangan (Kapusbang) SDM Kemenparekraf Faisal mengatakan, standarisasi serta sinkronisasi antara kebijakan pendidikan dan pelatihan nasional dengan kurikulum, silabus dan modul adalah tantangan yang saat ini dihadapi agar bisa terintegrasi dengan CBT dan CBA.
Selain itu, kata dia, tantangan berikutnya adalah bagaimana memastikan accepting dari industri terhadap sertifikasi ASEAN. Sehingga, nantinya ada treatment yang berbeda ketika SDM diterima sebagai pekerja.
“Karena dengan industri benar-benar total mensupport dan mewujudkan itu, saya kira sertifikasi kompetensi dan juga pelatihan dan pendidikan berbasis ASEAN standar ini akan lebih banyak yang akan menjadi bagian di dalamnya. Kami ingin menyatakan bahwa enam politeknik di bawah Kemenparekraf ini di tahun ajaran baru akan terakselerasi secara 100 persen pun implementasi semua portofolio ASEAN,”katanya.
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno pun menginginkan agar acara ini dilakukan bergiliran di tiap negara ASEAN.
“Hal ini agar ownershipnya tetap terjaga, jadi tidak hanya di Indonesia tapi juga di negara ASEAN lainnya,” kata Sandiaga Uno.
(Yusuf Mugni)