IPRC: Perpolitikan di Kota Bandung Sangat Dinamis

0
373

HAYOO.ID: Pemilih di Kota Bandung merupakan pemilih yang rasional. Oleh karena itu tak ada partai politik yang begitu mendominasi di Kota Bandung selama perhelatan pemilihan legislatif dari periode ke periode.

Peneliti Senior Indonesian Politics Research & Consulting (IPRC) Fahmy Iss Wahyudi menyampaikan, loyalitas pemilih terhadap partai politik cenderung menurun tiap periodenya. Oleh karena itu, pemenang pemilihan legislatif di Kota Bandung selalu berganti dan tak ada yang benar-benar mendominasi.

“Pemilih di Kota Bandung itu rasional. Namun karena rasionalitas itu lah, pemilih di Kota Bandung acap kali terpengaruh oleh isu yang tengah berkembang di masyarakat,”kata Fahmy dalam diskusi bertajuk Membaca Peta Koalisi Partai Politik Jelang Pilwalkot Bandung Tahun 2024 di kawasan Jalan Merdeka, Kota Bandung, Jumat (17/5/2024).

Menurutnya, isu yang memengaruhi pemilih utamanya yang memiliki urgensi atau dampak langsung kepada mereka. Maka itu, perpolitikan di Kota Bandung cenderung rasional, namun loyalitas terhadap partai politik rendah.

Baca Juga: PDIP Miliki Mesin Partai Yang Loyal, IPRC: Ono Surono Diprediksi Bisa Menangkan Pilgub Jabar 2024

“Idealnya demokrasi itu harus diperkuat oleh karakteristik pemilih yang loyal terhadap partai politik, sehingga ada stabilitas. Karena kerap kita jumpai pemenang pemilunya beda-beda, sehingga kebijakan pembangunannya berganti,”ucapnya.

Pihaknya pun menilai, koalisi partai di pusat atau nasional tak akan terlalu berpengaruh untuk peta koalisi di lokal tingkat kabupaten/kota, termasuk Bandung. Pasalnya, ada beberapa faktor misalnya seperti karakteristik pemilih, faktor partai, dan lainnya.

“Peluang (sama) dengan pusat kemungkinannya kecil, karena tingkat lokal punya perhitungan dan pertimbangan koalisi berbeda terutama hitungan partai,” jelasnya.

Dia pun menyebut tak menutup kemungkinan dalam koalisi di pilwalkot 2024 nanti, partai nasionalis bisa bergabung atau berkoalisi dengan partai religius atau Islam.

Sebab kata dia, di beberapa daerah konsep koalisi religius-nasionalis sudahlah terjadi, seperti PDIP-PKS. Bahkan, ada seperti pusat PKB dan PKS.

Baca Juga: Survei IPRC, 37,2 Persen Warga Bandung Tidak Tertarik Membahas Pemilu 2024

“Saya kira kecendrungan itu bisa terjadi di Bandung. Menimbang komposisi di parlemen cenderung dinamis,”ujarnya.

Lebih lanjut Fahmy menyampaikan, para bakal calon wali kota Bandung yang merupakan anggota DPRD atau DPR terpilih jika diharuskan mundur ketika hendak maju dalam pilkada 2024, maka itu akan menjadi perjudian besar, semisal Atalia Praratya, Andri Gunawan, Edwin Senjaya, Rendiana Awangga, dan lainnya.

“Tapi, jika misal (Atalia) tak memutuskan maju, maka saya pikir jauh dinamis dan menarik pilwalkot Bandung sehingga tak ada figur yang menonjol melainkan hampir semua terpantau radar survei kami memiliki basis yang sama. Intinya, saya pikir relatif fair dan lebih banyak diwarnai program kebijakan, dan lainnya, bahkan jika PKS memutuskan tak berkoalisi bisa jadi akan ada tiga atau empat pasangan calon,” katanya.

Sementara itu, pakar komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran Bandung, Kunto Adi Wibowo menilai, mesin partai politik menjadi faktor utama seorang tokoh atau pasangan calon kepala daerah bisa memenangkan kontestasi pilkada di Kota Bandung.

“Jadi mesin partai mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam pemenangan calon kepala daerah di Kota Bandung,” kata Kunto.

(Yusuf Mugni)

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini