HAYOO.ID: Ketersediaan air bersih menjadi persoalan yang belum terselesaikan pemerintah, termasuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar. Bahkan hingga saat ini masih sangat bergantung pada wilayah lain.
Terlebih keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun masih belum memenuhi mandat undang-undang, yakni 30 persen. Semakin banyaknya alih fungsi lahan resapan, RTH semakin sulit bertambah.
“Belum lagi penggunaan air yang berlebihan yang berakibat pada penurunan muka air tanah, hal itu menjadi masalah serius lingkungan. Setidaknya air tanah 10 hingga 20 persen yang ada di Jabar dalam kondisi kritis,” kata Pengamat Hidrogeologi ITB Irwan Iskandar pada Jabar Punya Informasi (Japri) bertajuk ‘ Hari Air Dunia ke 30’ di Gedung Sate, Bandung, Selasa (15/3/2022).
BACA JUGA: DPRD Minta Indonesia Power Segera Bayar Pajak Air Permukaan
Semakin bertambahnya populasi masyarakat, kata dia, air semakin kritis, apalagi di kawasan industri yang mengeksploitasi air tanpa memerhatikan kelestarian.
Jika masyarakat pada umumnya mengambil air paling banyak 50 liter per hari, industri bisa mengambil sangat banyak.
“Harusnya industri atau pabrik itu menggunakan pipa atau jalur khusus dari daerah lain,” kata dia.
Sementara itu, Sekretaris Dinas (Sekdis) Sumber Daya Air (SDA) Jabar Yossy Desra mengatakan, jumlah dan kondisi air di Jabar itu sejalan dengan jumlah populasi yang ada.
“Populasi yang cukup besar ada di Bodebek. Di sana pertambahan penduduk sangat cepat. Belum lagi kawasan industri ada di sana,” kata Yossy.
Yossy mengimbau agar masyarakat bisa menghemat air semaksimal mungkin. Pemprov Jabar pun masih terus menghadirkan danau retensi sebagai solusi saat terjadi penyusutan air tanah.
(LIN)